Terkini :
Keluarga Besar Tgk. Muslem Hamdani Mengucapkan Selamat Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW 1436.H

Qurban, Solidaritas Sosial

Tgk. Muslem Hamdani
PELAKSANAAN ibadah kurban pada 1434 Hijriyah ini, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, terlihat begitu antusias. Hampir semua pasar hewan di Aceh terlihat disesaki oleh para pedagang dan pembeli hewan kurban. Sekalipun terkadang sebagian masyarakat kita memahami kurban hanya sebatas kewajiban syariah yang mengandung nilai pahala sunat muakkad.
Padahal berkurban di dalam Islam, Selain mengandung nilai-nilai spiritual (syariah) dalam pelaksanaannya, juga terdapat nilai-nilai sosial. Bahkan dalam islam dapat kita jumpai bahwa setiap ibadah yang Allah syariatkan kepada umat islam tidak semata-mata bertumpu pada spiritual keagamaan saja, namun terkandung juga nilai-nilai sosial, seperti zakat, sedekah, wakaf, shalat, haji, puasa, akikah, dan sebagainya.
Hal ini sesuai dengan ajaran Islam sebagai agama yang universal. Berbicara tentang sosial, Islam merupakan agama yang tidak dapat dipisahkan dari sosial, sehingga banyak di dalam Alquran maupun hadis membahas tentang nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, seperti berbuat baik kepada tetangga, menolong orang lain, berbakti kepada kedua orang tua, menyantuni anak yatim, menjenguk orang sakit, memberi makan fakir miskin, dan sebagainya.
Bila dilihat dari sisi historis berqurban merupakan syariat Islam yang telah disyariatkan sejak manusia diutus ke bumi ini. Hal ini tergambarkan dalam sebuah firman Allah Swt Ketika Allah memerintah putra-putra Nabi Adam as untuk berkurban. Maka Allah Swt menerima kurban yang baik dan diiringi ketakwaan dan menolak kurban yang buruk.
Allah Swt berfirman: “Ceritekanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): Aku pasti membunuhmu. Berkata Habil: Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-Maa-idah 27).
Syariat paling tua
Kurban merupakan suatu aktivitas ibadah masyarakat Muslim dalam bentuk penyembelihan hewan ternak pada Hari Raya Idul Adha yang tata caranya diatur menurut kaidah syariah Islam. Kurban berasal dari kata qaraba artinya dekat kemudian ditambah alif dan nun yang menunjukan kepada makna yang sempurna, yaitu pendekatan diri kepada Allah dengan sempurna. Orang yang pertama kali berkurban adalah putranya Nabi Adam as yaitu Qabil dan Habil, kemudian syariat (hukum) berkurban ditetapkan lagi kepada Nabi Ibrahim as, maka kurban adalah satu syariat yang paling tua sebagaimana ayat tersebut di atas.

Tujuan disyariatkannya kurban adalah sebagai simbol pengorbanan hamba kepada Allah Swt, bentuk takarrub kepada-Nya dan rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan Allah Swt kepada hamba-Nya, sehingga ibadah ini termasuk sebagian ibadah yang paling dicintaiNya di hari Nahr, sebagaimana hadis: “Dari `Aisyah ra bahwa Nabi saw bersabda: Tidaklah anak Adam beramal di hari Nahr yang paling dicintai Allah melebihi menumpahkan darah (berkurban). Kurban itu akan datang di hari kiamat dengan tanduk, bulu dan kukunya. Dan sesungguhnya darah akan cepat sampai di suatu tempat sebelum darah tersebut menetes ke bumi, maka perbaikilah jiwa dengan berkurban.” (HR. At-Tirmidzi).
Syariat berkurban juga menjadi satu sarana bagi kaum muslimin untuk melatih menebalkan rasa kemanusiaannya, mengasah kepekaannya dan menghidupkan hati nuraninya karena di dalamnya terdapat unsur sedekah dan berbagi. Oleh sebab itu, tujuan ibadah kurban (juga ibadah lainnnya) bukan hanya untuk mencapai kemaslahatan ukhrawi, tapi juga bertujuan bagi kemaslahatan duniawi. Setiap pensyariatan dalam Islam, terkandung tujuan syariat (yang disebut oleh para ulama dengan maqashidus syari’ah), yaitu tercapainya kemaslahatan dunia dan akhirat.
Ibadah kurban sebagai bentuk manifestasi dari nilai-nilai altruisme (mengutamakan orang lain) dalam ajaran Islam. Melalui ibadah kurban, seorang hamba ditempa untuk memiliki jiwa kepedulian terhadap orang lain. Satu hikmah berkurban adalah menggembirakan golongan fakir miskin. Sebab, tidak semua orang mampu makan dengan daging walaupun dia tinggal di kota besar. Maka dianjurkan bagi orang yang mampu untuk berkurban dan membagi-bagikan daging dari hewan kurban tersebut kepada fakir miskin sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Beliau (Rasulullah) memberi makan dari dua qurbannya itu untuk orang miskin, dan beliau beserta ahlinya ikut memakannya.” (HR. Ahmad).
Imam Al-Ghazali jauh-jauh hari telah mengingatkan kita semua bahwa penyembelihan hewan kurban menyimbolkan penyembelihan sifat kehewanan manusia. Oleh karena itu, kurban semestinya bisa pula mempertajam kepekaan dan tanggung jawab sosial (social responsibility). Dengan menyisihkan sebagian pendapatan untuk berkurban diharapkan timbul rasa kebersamaan dalam masyarakat, rasa kemanusiaan, sikap saling menyayangi terhadap sesama (khairunnas anfa’uhum li al-nas).
Berdasarkan pijakan diatas, secara garis besar, semangat berqurban mempunyai dua nilai, nilai keshalehan spiritual dan nilai keshalihan social. Keshalihan spiritual dalam hal ini adalah penyerahan diri seorang muslim kepada Allah Swt dengan melaksanakan segala perintahNya dan mengekang egoisme sebagaimana yang dicontohkan Nabi Ibrahim as.
Keikhlasan berbagi
Ibadah kurban dalam makna dimensi vertikal tecermin pada keikhlasan pemilik kurban (orang yang berkurban) dalam memberikan daging hewan kurban tanpa mengharap imbalan apa pun di dunia. Bentuk keikhlasan dalam berkurban di sini tidak karena mengikhlaskan barang yang sudah tidak bermanfaat baginya, tetapi mengikhlaskan harta yang sebenarnya masih dicintainya (QS. Ali Imran: 92). Hanya saja karena kecintaan kepada Tuhan lebih besar melebihi dunia seisinya.

Oleh sebab itu, ibadah kurban ini harus kita pahami bukan sebagai hal yang pasti berhasil mengatasi problema ekonomi umat, melainkan hanya sebagai syarat akan pentingnya suatu kepedulian sosial dan solidaritas saling membantu, terutama antara si kaya dan si miskin. Ini sesuai dengan hadis Nabi saw bahwa “sebaik-baik manusia ialah orang yang bermanfaat terhadap sesamanya manusia.”
Ibadah kurban mengajarkan manusia untuk saling berbagi, jangan sampai sifat-sifat buruk seperti pelit, kikir, tamak, serakah, dan loba terus menjadi sifat dalam berkehidupan sosial. Sifat-sifat tersebut harus diganti dengan sifat dermawan, peduli, saling menolong, dan berkasih sayang terhadap orang lain. Sifat-sifat rela berkurban untuk kelangsungan hidup bersama menjadi bagian penting dari pendidikan ibadah kurban. Ibadah kurban adalah manifestasi keimanan dan simbol perlawanan terhadap sifat syaithaniyah dan hawa nafsu yang hadir lewat iming-iming harta dan kekuasaan.
Tgk. Muslem Hamdani, S.Sos.I, Alumni Dayah Mudi Mesra Samalanga/Staf Pengajar Dayah Mahyal Ulum Al-Aziziyah, Sibreh, Aceh Besar. 

No comments:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Muslem Hamdani - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack