Terkini :
Keluarga Besar Tgk. Muslem Hamdani Mengucapkan Selamat Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW 1436.H

Kisah Bilal Bin Rabah, Muazzin Pertama

Cukup banyak kisah kesetiaan persahabatan yang kita baca dan kita dengar. Hampir semuanya selalu mengharukan dan membuat dada sesak. Kisah-kisah ini pun banyak juga dari para sahabat Nabi, bagaimana kesetiaan mereka pada Nabi dan bagaimana nostalgia mereka sepeninggal Nabi.
Salah satunya adalah kisah Bilal bin Rabah, salah satu tokoh dan pembesar sahabat yang semasa Nabi berposisi sebagai mu-addzin khusus beliau. Semasa Nabi hidup, dan sejak disyariatkannya Adzan sebagai tanda masuknya waktu Shalat, Bilal menjabat posisi tetap itu, adzan 5 waktu. Dan itu berlangsung sampai Nabi kembali ke hadirat Allah. Setelah itu Bilal tidak mau lagi mengumandangkan Adzan, sebab pasti bersedih. Posisinya pun diganti orang lain. Itupun setiap adzan Bilal selalu mengenang wajah sosok yang telah mengangkat martabatnya begitu tinggi.
Pernah khalifah Abu Bakr memintanya untuk mengumandangkan adzan kembali. Akan tetapi Bilal menolak. Abu Bakr pun sempat mendesaknya. Bilal pun bertanya kepada Abu Bakr perihal peristiwa pedih kala kaum muslim masih hidup tertindas di Mekkah di awal-awal masa risalah. Kala Bilal mengalami deraan siksaan hebat dari majikannya sebab dia memeluk Islam. Dan Abu Bakr yang membebaskannya dengan menebus Bilal. Saat itu juga Bilal tak lagi berstatus sebagai hamba sahaya karena Abu Bakr menebus dan memberinya hak manusia merdeka karena Allah.
Ketika didesak untuk adzan lagi, Bilal bertanya pada Abu Bakr apa motif dia saat menebusnya dulu? Karena Allah apa karena untuk Abu Bakr. Abu Bakr pun menjawab bahwa dia dulu menebusnya karena Allah. Bilal pun bilang, kalau begitu biarkan aku dengan keinginanku, tidak adzan lagi. Abu Bakr pun membiarkannya dan tak lagi mendesaknya. Sampai beliau wafat dan khalifah digantikan oleh Umar bin Khattab.
Saat kepemimpinan Umar ini, Bilal memutuskan untuk ikut pasukan muslimin yang sedang melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah Romawi dan Persia. Dan Bilal memutuskan untuk menetap di salah satu kota yang berhasil dimerdekakan tentara muslim dari cengkeraman Romawi, Aleppo. Bertahun-tahun Bilal di kota itu dengan tujuan menghabiskan masa tua dan sisa hidupnya. Sampai suatu hari dia bermimpi jumpa sahabat lama. Telah lama sekali juga Bilal tak memimpikan Sang Sahabat yang total mengubah seluruh hidupnya dan menjadikannya begitu berarti. Rasulullah.
Namun dalam mimpi itu, sang sahabat menegurnya, "maa hadza-l jafa' Ya Bilal", mengapa kamu tidak mengunjungiku? Seketika Bilal terperanjat bangun. Ya, cukup lama sudah dia meninggalkan Madinah, kerinduan pada Nabi mendadak begitu membuncah kali ini. Bilal pun mempersiapkan segalanya untuk melakukan perjalanan ke Madinah, mengunjungi sang sahabat, berziarah pada Nabi.
Sesampai Madinah, Bilal segera bergegas ke masjid dan menuju makam sang sahabat, bersimpuh dan menangis tersedu sedan. Meruahkan rindu. Saat itu, Bilal dihampiri oleh dua anak yang telah beranjak remaja, cucunda Nabi, Hasan dan Husain, Bilal pun menangis memeluk keduanya. Salah satu dari cucunda Nabi berkata pada Bilal, "pamanda, maukah engkau sekali saja mengumandangkan adzan? Kami rindu pada kakek kami".
Bilal terdiam, saat itu Khalifah Umar bertepatan sedang di masjid dan melihat adegan itu. Umar pun memohon Bilal untuk adzan. Dengan berat hati Bilal bersedia, sebab dia tahu bahwa dia pasti akan bersedih luar biasa jika mengumandangkan adzan kembali. Namun karena permintaan cucunda Nabi dan permohonan Umar akhirnya Bilal bersedia untuk mengumandangkan adzan, sekali itu saja.
Bilal pun naik menara, dan saat dia berteriak "Allahu Akbar, Allahu Akbar", mendadak seluruh aktivitas kota Madinah terhenti, semua diam. Seluruhnya tercekat, hari-hari indah semasa Nabi yang telah lama berlalu seolah hari itu kembali lagi, seisi kota terdiam bernostalgia, déjà vu. Saat Bilal mengumandangkan "Asyhadu an laa ilaha ilallah", seisi kota berhamburan berlarian ke arah masjid, bahkan wanita-wanita dalam pingitan. Seluruhnya berkumpul di halaman masjid, seolah Nabi hidup kembali, rasa rindu pada Sang Junjungan membuncah luar biasa dalam dada mereka.
Dan kala Bilal mengumandangkan "Asyhadu anna Muhammadan Rasulallah", seketika tangisan pecah, seluruhnya luruh dalam air mata. Semuanya menangis tersedu sedan teringat Nabi, bahkan Umar yang paling keras. Bilal sendiri jatuh terduduk menangis sesenggukan. Dan adzan itu, adzan nostalgia yang dikumandangkan Bilal itu, tidak pernah rampung, Bilal tak sanggup meneruskannya.
Sejarah mencatat, adzan nostalgia yang tidak selesai itu, adalah adzan terakhir yang dikumandangkan Bilal. Setelah itu dia tidak adzan lagi. Suatu gambaran cinta yang luar biasa. Tak diketemukan dalam sejarah apapun kekuatan cinta antara Rasulullah dan sahabat-sahabatnya.
Semoga setelah ini, disetiap mendengarkan azan, kita ingat azan terakhir Bilal dan kecintaannya kepada Rasulullah. Ya Allah... Tumbuhkan dalam hati kami rasa cinta yang luar biasa itu kepada Sang Junjungan yang kami sayangi. Allahumma... Shallallah alaika Ya Sayyidi Ya Rasulallah..

No comments:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Muslem Hamdani - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack