Cukup
banyak kisah kesetiaan persahabatan yang kita baca dan kita dengar.
Hampir semuanya selalu mengharukan dan membuat dada sesak. Kisah-kisah
ini pun banyak juga dari para sahabat Nabi, bagaimana kesetiaan mereka
pada Nabi dan bagaimana nostalgia mereka sepeninggal Nabi.
Salah
satunya adalah kisah Bilal bin Rabah, salah satu tokoh dan pembesar
sahabat yang semasa Nabi berposisi sebagai mu-addzin khusus beliau.
Semasa Nabi hidup, dan sejak disyariatkannya Adzan sebagai tanda
masuknya waktu Shalat, Bilal menjabat posisi tetap itu, adzan 5 waktu.
Dan itu berlangsung sampai Nabi kembali ke hadirat Allah. Setelah itu
Bilal tidak mau lagi mengumandangkan Adzan, sebab pasti bersedih.
Posisinya pun diganti orang lain. Itupun setiap adzan Bilal selalu
mengenang wajah sosok yang telah mengangkat martabatnya begitu tinggi.
Pernah
khalifah Abu Bakr memintanya untuk mengumandangkan adzan kembali. Akan
tetapi Bilal menolak. Abu Bakr pun sempat mendesaknya. Bilal pun
bertanya kepada Abu Bakr perihal peristiwa pedih kala kaum muslim masih
hidup tertindas di Mekkah di awal-awal masa risalah. Kala Bilal
mengalami deraan siksaan hebat dari majikannya sebab dia memeluk Islam.
Dan Abu Bakr yang membebaskannya dengan menebus Bilal. Saat itu juga
Bilal tak lagi berstatus sebagai hamba sahaya karena Abu Bakr menebus
dan memberinya hak manusia merdeka karena Allah.
Ketika
didesak untuk adzan lagi, Bilal bertanya pada Abu Bakr apa motif dia
saat menebusnya dulu? Karena Allah apa karena untuk Abu Bakr. Abu Bakr
pun menjawab bahwa dia dulu menebusnya karena Allah. Bilal pun bilang,
kalau begitu biarkan aku dengan keinginanku, tidak adzan lagi. Abu Bakr
pun membiarkannya dan tak lagi mendesaknya. Sampai beliau wafat dan
khalifah digantikan oleh Umar bin Khattab.
Saat
kepemimpinan Umar ini, Bilal memutuskan untuk ikut pasukan muslimin
yang sedang melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah Romawi dan Persia. Dan
Bilal memutuskan untuk menetap di salah satu kota yang berhasil
dimerdekakan tentara muslim dari cengkeraman Romawi, Aleppo.
Bertahun-tahun Bilal di kota itu dengan tujuan menghabiskan masa tua dan
sisa hidupnya. Sampai suatu hari dia bermimpi jumpa sahabat lama. Telah
lama sekali juga Bilal tak memimpikan Sang Sahabat yang total mengubah
seluruh hidupnya dan menjadikannya begitu berarti. Rasulullah.
Namun
dalam mimpi itu, sang sahabat menegurnya, "maa hadza-l jafa' Ya Bilal",
mengapa kamu tidak mengunjungiku? Seketika Bilal terperanjat bangun.
Ya, cukup lama sudah dia meninggalkan Madinah, kerinduan pada Nabi
mendadak begitu membuncah kali ini. Bilal pun mempersiapkan segalanya
untuk melakukan perjalanan ke Madinah, mengunjungi sang sahabat,
berziarah pada Nabi.
Sesampai
Madinah, Bilal segera bergegas ke masjid dan menuju makam sang sahabat,
bersimpuh dan menangis tersedu sedan. Meruahkan rindu. Saat itu, Bilal
dihampiri oleh dua anak yang telah beranjak remaja, cucunda Nabi, Hasan
dan Husain, Bilal pun menangis memeluk keduanya. Salah satu dari cucunda
Nabi berkata pada Bilal, "pamanda, maukah engkau sekali saja
mengumandangkan adzan? Kami rindu pada kakek kami".
Bilal
terdiam, saat itu Khalifah Umar bertepatan sedang di masjid dan melihat
adegan itu. Umar pun memohon Bilal untuk adzan. Dengan berat hati Bilal
bersedia, sebab dia tahu bahwa dia pasti akan bersedih luar biasa jika
mengumandangkan adzan kembali. Namun karena permintaan cucunda Nabi dan
permohonan Umar akhirnya Bilal bersedia untuk mengumandangkan adzan,
sekali itu saja.
Bilal
pun naik menara, dan saat dia berteriak "Allahu Akbar, Allahu Akbar",
mendadak seluruh aktivitas kota Madinah terhenti, semua diam. Seluruhnya
tercekat, hari-hari indah semasa Nabi yang telah lama berlalu seolah
hari itu kembali lagi, seisi kota terdiam bernostalgia, déjà vu. Saat
Bilal mengumandangkan "Asyhadu an laa ilaha ilallah", seisi kota
berhamburan berlarian ke arah masjid, bahkan wanita-wanita dalam
pingitan. Seluruhnya berkumpul di halaman masjid, seolah Nabi hidup
kembali, rasa rindu pada Sang Junjungan membuncah luar biasa dalam dada
mereka.
Dan
kala Bilal mengumandangkan "Asyhadu anna Muhammadan Rasulallah",
seketika tangisan pecah, seluruhnya luruh dalam air mata. Semuanya
menangis tersedu sedan teringat Nabi, bahkan Umar yang paling keras.
Bilal sendiri jatuh terduduk menangis sesenggukan. Dan adzan itu, adzan
nostalgia yang dikumandangkan Bilal itu, tidak pernah rampung, Bilal tak
sanggup meneruskannya.
Sejarah
mencatat, adzan nostalgia yang tidak selesai itu, adalah adzan terakhir
yang dikumandangkan Bilal. Setelah itu dia tidak adzan lagi. Suatu
gambaran cinta yang luar biasa. Tak diketemukan dalam sejarah apapun
kekuatan cinta antara Rasulullah dan sahabat-sahabatnya.
Semoga
setelah ini, disetiap mendengarkan azan, kita ingat azan terakhir Bilal
dan kecintaannya kepada Rasulullah. Ya Allah... Tumbuhkan dalam hati
kami rasa cinta yang luar biasa itu kepada Sang Junjungan yang kami
sayangi. Allahumma... Shallallah alaika Ya Sayyidi Ya Rasulallah..
No comments:
Post a Comment